Apa yang Dibutuhkan Masyarakat Islam Untuk Menghadapi Tahun Politik?

Politik adalah iklim terpanas. Suasana yang paling tidak kondusif, yang bisa mengantarkan seseorang melakukan tindakan untuk menghalalkan segala cara. Ia seringkali tidak peduli lagi dengan lawan dan kawan. Semuanya berubah begitu cepat, hubungannya tergantung oleh situasi. Idealisme yang ditanamkan jadi tidak pernah berumur panjang. Lebih baik, dan memang sebaiknya, tidak pernah berbicara tentang itu di sini. Sebab idealisme yang dibangun di atas pondasi ini adalah idealisme omong kosong! Rapuh! Dan cuma seumur jagung.

Politik seringkali berkonotasi negatif. Kata politik seringkali diikuti dengan kata “kotor”; politik kotor. Sebab jarang sekali ada politik yang bersih. Juga ia seringkali dimainkan oleh orang-orang yang kotor. Namun yang paling parah dan menyedihkan adalah politik kotor dalam jubah agama.

Dilihat dari cara yang dipakai, yang kita saksikan di media-media, atau bahkan malah dengan mata kepala kita sendiri, beberapa waktu yang lalu—jangan bilang Anda sudah tidak ingat lagi. Atau bahkan Anda sudah melupakannya?—dalam memojokkan sesama tokoh jelas sekali bahwa etika al-Qur’an dan keislaman telah terkubur lama. Banyak pihak telah menjadi gelap mata. Tersulut emosinya. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh mereka yang gemar memancing di air keruh, memanfaatkan kondisi yang sedang kacau balau, sehingga mengaburkan visi banyak orang.

Jika demikian adanya, bahkan agama bisa menjadi kedok untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, panggilan yang mana yang bisa mengundang politikus bersih dan tulus untuk mengisi ruang-ruang ini dan melawan mereka yang cara mainnya sudah bergerombolan dan sistemik?

Hanya kesadaran individual lah yang dapat kita upayakan saat ini. Yaitu membangun dan menyadarkan setiap individu. Dari individu yang terdidik dan tercerahkan akan membangun masyarakat yang lebih baik. Nampaknya, meskipun tak terkira jauhnya, ini adalah hal yang paling realistis yang dapat diupayakan. Agar supaya saat berjumpa atau terpaksa berhadapan dengan “politik kotor” ini, ia bergeming, tak termakan oleh rayuan dan godaan. Tidak pula gentar oleh ancaman bahkan gelisah menjadi pinggiran. Sekalipun kita pasti kalah menghadapi raksasa, namun kita tidak ingin tunduk atau pun menyerah begitu saja pada keadaan itu.

Sebab jika praktik politik semakin dijauhkan dari kendali moral dan agama yang seharusnya dibawa oleh setiap individu, suasana politik ini tidak akan semakin membaik dan tidak akan melahirkan keadilan, kejujuran dan kemaslahatan. Selalu akan penuh dengan tipu daya, kecurangan, keculasan, bahkan iming-iming oleh money politik akan terus terjadi yang mana itu sungguh sangat rendahan.

Dalam politik dan pemilu nanti kita tidak ingin hal itu terulang lagi. Polarisasi yang merusak kerukunan antar umat beragama dan masyarakat bangsa, tidak ingin terulang lagi. Aku ingin—dan mudah-mudahan Anda juga sekalian—mewaspadai gelombang yang akan datang. Jangan sampai ia menumbangkan rasa keadilan, kejujuran, dan waskita kita akan bahaya yang tengah mengintai. Sebab politik rabun ayam tidak akan pernah membawa kebaikan. Tak ada gunanya, bahkan semakin membuat kita menderita.

Kita perlu mewaspadai hal ini, yang riak-riak kebusukan itu mulai tampak di mata kita. Masalahnya yang harus kita hadapi adalah apabila sudah menyangkut kepentingan jangka pendek, orang menjadi lupa atau sengaja melupakan pengalaman pahit masa lalu. Manusia sering berwawasan sempit, tamak, dan terlalu terpukau oleh masalah-masalah kekinian. Ini yang kita akan menamainya dengan rabun ayam. Rabun dekat! Pendek akal! Sumbu pendek! Otak udang. Inilah yang akan kita waspadai.

Untuk menghalau itu, kita akan mengaktualisasikan semangat keislaman di awal periode tumbuh kembangnya. Kita akan mengaktualisasikan semangat itu bukan hanya semacam nostalgia. Bukan untuk menghibur diri belaka. Melainkan semangat keagamaan itu, akan kita bawa menjadi ruh inti untuk membumikan kembali semangat kejujuran, keadilan, toleransi, tabayun, dan semangat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Yaitu ruh-ruh pribadi yang dihiasi dengan iman dan islam, serta rasa takut dan harap akan menemui Tuhannya setelah kematian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: